Selasa, 16 September 2025

Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok Gelar Wisuda Ke-8 : Lahirkan Lulusan Unggul Berakhlak Mulia

Depok-Pesantren Mahasiswa (Pesma) Al-Hikam Depok sukses menyelenggarakan prosesi wisuda angkatan ke-8 pada hari  Minggu, 14 September 2025.

Acara yang berlangsung meriah di Selasar Masjid Al-Hikam Depok ini dimulai pukul 09:00 WIB dan berakhir pada pukul 11:00 WIB, dihadiri oleh para wisudawan, orang tua, pengasuh pesantren, serta tokoh penting lainnya.

Dalam sambutannya, Pimpinan Pesantren Al-Hikam Depok, K.H. Muhammad Yusron Sidqi, menekankan pentingnya peran pesantren dalam mendampingi mahasiswa agar tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam di tengah tuntutan akademik. Beliau berpesan agar para wisudawan tidak hanya mengejar kenikmatan hidup, tetapi juga menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Masa depan Indonesia 2045 sangat ditentukan oleh kualitas mahasiswa saat ini, yang tidak hanya harus cerdas, tetapi juga bermoral, berakhlak mulia, dan memiliki talenta," tegas beliau.

Senada dengan itu, Ahmad Mustafid, perwakilan dari wali wisudawan, mengucapkan selamat kepada para lulusan atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan pendidikan agama dan kuliah secara bersamaan. Ia menyampaikan pesan agar para alumni memanfaatkan nilai-nilai pesantren sebagai pijakan untuk melangkah lebih jauh dan memberikan kontribusi nyata.

"Dakwah tidak hanya terbatas pada ceramah, tetapi juga dapat diwujudkan dengan menjadi ahli di berbagai bidang," ujarnya.

Siti Maryamah, yang mewakili wisudawan, menyampaikan rasa syukur dan haru atas perjalanan empat tahunnya di Pesantren Al-Hikam. Ia menyebut pesantren ini sebagai "rumah spiritual" yang telah membekalinya dengan nilai-nilai keimanan.

Sementara itu, Aris Bunyan S.Si, perwakilan wisudawan rekognisi, menyoroti pentingnya visi Al-Hikam yang berfokus pada "amal ilmiah, amaliah agama, dan kesiapan hidup," yang menjadi pegangan bagi para alumni di berbagai bidang pengabdian.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari santri pesma, menjelaskan tentang louncing aplikasi pemaline, dalam pemarannya, ia menjelaskan bahwa Pesmaline hadir sebagai jawaban atas berbagai kegelisahan dalam Pendidikan islam di pesantren Al-hikam depok

Pesmaline merupakan platform learning menejemen system,  memiliki berbagai banyak fitur yang dpat menjawab tantangan Pendidikan di alhikam, santri dapat mengakses dengan mudah, dan kurikulum yang tersetruktur dan mudah di pahami.

“Pesmaline merupakan platform learning management system yang memiliki berbagai fitur untuk menjawab tantangan pendidikan di Al-Hikam. Santri dapat mengaksesnya dengan mudah, serta kurikulum yang tersusun secara terstruktur dan mudah dipahami.” Ungkapnya.

Acara ini juga diisi dengan orasi ilmiah oleh Bapak Harman Subakat, CEO Paragon Corp, yang menyampaikan materi inspiratif tentang bagaimana nilai-nilai keagamaan dan pesantren menjadi fondasi bisnis perusahaannya. Beliau memperkenalkan konsep "religius kapitalis" dan menjelaskan bahwa strategi bisnis yang didasarkan pada nilai-nilai luhur akan menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan.

“Nilai-nilai keagamaan dan pesantren telah membentuk fondasi bisnis Paragon,” ujar Bapak Harman dalam orasi ilmiahnya

Lebih lanjut ia menegaskan, “Konsep religius kapitalis adalah strategi bisnis yang didasarkan pada nilai-nilai luhur agar mampu memberikan manfaat yang berkelanjutan” ungkapnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang, K.H. Muhammad Nafi, dalam sambutannya juga melihat adanya kesamaan antara simbol Al-Hikam dengan nilai-nilai yang diterapkan di Paragon Corp, yang menekankan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.

Prosesi wisuda ini ditutup dengan doa dan sesi foto bersama, menandai berakhirnya masa pendidikan formal para mahasiswa di Pesma Al-Hikam Depok dan dimulainya babak baru dalam pengabdian mereka kepada masyarakat

 

 

Penulis : Habiburrohman

Minggu, 14 September 2025

DEMA Al-Hikam Depok Selenggarakan Musyawarah Kerja Tahun 2025

Auditorium STKQ Al Hikam 
Depok - Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Al-Hikam Depok telah sukses mengadakan Musyawarah Kerja (Muker) tahun 2025 yang diikuti oleh seluruh mahasiswa Al-Hikam Depok. 

Acara ini berlangsung di Auditorium STKQ lantai 3 pada hari Sabtu, 13 September 2025, dengan tujuan merumuskan program kerja yang akan memberikan dampak positif bagi seluruh civitas akademika.

Muker DEMA Al-Hikam Depok diawali dengan serangkaian acara formal yang dipimpin oleh Syukur, mahasiswa Al-Hikam angkatan 14 yang bertindak sebagai MC. Acara dimulai dengan pembacaan basmalah, dilanjutkan dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an, serta menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars Al-Hikam.

Ketua DEMA, Jailani Naro, dalam sambutannya menekankan pentingnya komunikasi dalam sebuah organisasi. 

"Esensi dari organisasi adalah komunikasi. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga komunikasi yang baik, baik antara pengurus maupun anggota," ujarnya. Pesan ini disambut antusias oleh seluruh peserta yang hadir.

Acara dilanjutkan dengan penetapan presidium tetap yang di pimpin oleh Fajri Awal Muharram yang bertugas memimpin jalannya persidangan.  Ia menetapkan presidium perwakilan dari berbagai angkatan, yaitu Ibrahim Musyaddad (Angkatan 13) sebagai presidium 1, Ach Mulyono (Angkatan 13) sebagai presidium 2, dan Faisol Abrari (Angkatan 14) sebagai presidium 3.

Selama persidangan berlangsung, suasana terasa khidmat dan penuh antusiasme dari para peserta. Masing-masing anggota aktif berdiskusi dan memberikan masukan demi terciptanya program kerja yang terbaik. 

Muker ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi DEMA 2025 untuk menyusun agenda yang inovatif dan bermanfaat bagi mahasiswa serta para ustaz dan ustazah di lingkungan Al-Hikam Depok.

Acara Musyawarah Kerja DEMA Al-Hikam Depok 2025 ditutup dengan pembacaan hamdalah, sebagai wujud syukur atas kelancaran seluruh rangkaian kegiatan.


Penulis : Muzammil Faqih

Selasa, 12 Agustus 2025

Cara Menahan Amarah bagi Orang Temperamental


Sumber : Pinterest

Kitadankata.com - Setiap orang pasti pernah marah, namun bagi sebagian orang yang cenderung temperamental, mengendalikan emosi bisa menjadi tantangan besar. Marah yang tak terkendali dapat melukai hati, merusak hubungan, bahkan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.

Dalam Islam, marah bukanlah hal yang dilarang sepenuhnya, tetapi harus dikelola dengan bijak. Rasulullah Saw. sendiri juga pernah marah, namun beliau melakukannya karena alasan yang benar (lillah), bukan karena hawa nafsu. Allah Swt berfirman:

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

“(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali ‘Imran: 134)

Ayat ini menunjukkan bahwa menahan amarah adalah salah satu sifat mulia yang dicintai Allah. Lalu, bagaimana cara melakukannya, khususnya bagi yang temperamental? Berikut beberapa langkah yang dapat membantu.

1. Mengingat Pahala dan Janji Allah

Rasulullah Saw. bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.

“Barang siapa menahan amarah padahal ia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat dan mempersilakannya memilih bidadari yang ia kehendaki.” (HR. Abu Dawud)

Mengaitkan tindakan menahan amarah dengan pahala akhirat akan membuat hati lebih sabar. Mengingat janji Allah membantu kita menempatkan emosi pada tempatnya.

2. Berdiam dan Mengubah Posisi

Rasulullah Saw. memberikan panduan praktis:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ ، وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ

“Jika salah seorang di antara kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk. Jika amarahnya belum hilang, hendaklah ia berbaring.” (HR. Abu Dawud)

Perubahan posisi fisik membantu menurunkan intensitas emosi. Berdiam diri sejenak dan menahan ucapan akan mencegah kata-kata yang bisa melukai.

3. Segera Berwudhu

Air yang membasahi anggota tubuh dapat memberikan efek menenangkan. Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, dan setan diciptakan dari api. Api dipadamkan dengan air, maka jika salah seorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudu.”
(HR. Abu Dawud)

Selain menyejukkan fisik, wudu juga menjadi penyuci hati dari bisikan setan.

4. Menjaga Lisan dari Kata-Kata Kasar

Bagi orang temperamental, kata-kata bisa menjadi senjata yang memicu keretakan hubungan. Maka Islam mengajarkan untuk berkata baik atau diam. Rasulullah Saw. bersabda:

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Menunda bicara saat emosi memuncak adalah langkah penyelamatan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

5. Melatih Kesabaran secara Bertahap

Menahan amarah tidak bisa instan, apalagi bagi yang temperamental. Perlu latihan mengelola emosi setiap hari, dimulai dari hal kecil: mengalah di jalan, sabar saat menunggu, atau tidak langsung bereaksi saat mendengar kabar buruk. Allah Swt. berfirman:

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ

“Taatilah Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Marah adalah fitrah, tetapi membiarkan amarah menguasai diri hanya akan membuka pintu penyesalan. Islam memberikan panduan jelas, ingat pahala, ubah posisi, berwudhu, jaga lisan, dan latih kesabaran. Dengan membiasakan langkah-langkah ini, bahkan orang yang temperamental pun bisa menjadi pribadi yang lebih tenang, bijak, dan menenangkan bagi sekitarnya.

Amarah itu seperti api, dan kita adalah pemegang kendalinya. Pilihan ada di tangan kita, memadamkannya atau membiarkannya membakar segalanya.

 


Wallahu a'lam bishawab...


Penulis : Fadhilah

Keutamaan Menghafal Al-Qur’an Menurut Hadits dan Ulama

Kitadankata.com -- Menghafal Al-Qur’an adalah salah satu amal mulia yang memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Para penghafal Al-Qur’an (huffaz) bukan hanya menjaga lafadz ayat-ayat suci, tetapi juga menjadi penjaga warisan ilahi yang Allah turunkan sebagai petunjuk hidup. Keutamaan ini ditegaskan dalam banyak hadis Rasulullah SAW dan penjelasan para ulama.

Allah SWT berfirman:


بَلْ هُوَ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ فِيْ صُدُوْرِ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَۗ وَمَا يَجْحَدُ بِاٰيٰتِنَآ اِلَّا الظّٰلِمُوْنَ


Artinya: “Sebenarnya, ia (Al-Qur’an) adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu. Tidaklah mengingkari ayat-ayat Kami, kecuali orang-orang zalim.” {QS. Al-‘Ankabut: 49}

Ayat ini menunjukkan bahwa menghafal Al-Qur’an adalah tanda kemuliaan ilmu dan bukti kedekatan hati seseorang dengan kitab Allah.

Keutamaan Menghafal Al-Qur’an Menurut Hadis

Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepada para penghafal Al-Qur’an:


يقالُ لصاحبِ القرآن: اقرَأ وارتَقِ، ورتِّل كما كُنْتَ ترتِّل في الدُنيا، فإن منزِلَكَ عندَ آخرِ آية تقرؤها

 

“Akan dikatakan kepada orang yang memiliki (menghafal) Al-Qur’an: Bacalah dan naiklah, serta tartilkan sebagaimana engkau tartilkan di dunia, karena kedudukanmu di surga sesuai ayat terakhir yang engkau baca.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadits ini menjadi motivasi besar, karena setiap ayat yang dihafal bukan hanya memberi pahala di dunia, tetapi juga menaikkan derajat di akhirat.

Rasulullah SAW juga bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kalian Adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori)

Menghafal Al-Qur’an termasuk bagian dari belajar, dan mengajarkannya menjadi kelanjutan amal yang pahalanya terus mengalir.

Pandangan Ulama Tentang Menghafal Al-Qur’an

Para ulama menegaskan bahwa menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah, yaitu kewajiban kolektif umat. Imam Nawawi rahimahullah dalam At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an menyebutkan bahwa penghafal Al-Qur’an memiliki kemuliaan khusus di sisi Allah dan akan mendapat syafaat di hari kiamat.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, menghafal Al-Qur’an adalah bentuk penjagaan yang paling utama, karena selain menjaga lafadz, seorang hafidz juga menjaga makna dengan mengamalkannya.

Menghafal Al-Qur’an: Amanah dan Tanggung Jawab

Keutamaan menghafal Al-Qur’an sebanding dengan tanggung jawabnya. Rasulullah SAW memperingatkan agar penghafal Al-Qur’an tidak lalai, karena hafalan bisa hilang jika tidak dijaga. Hal ini selaras dengan sabda beliau:


تَعَاهَدُوا هَذَا الْقُرْآنَ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنَ الْإِبِلِ فِي عُقُلِهَا


“Jagalah Al-Qur’an ini, demi Dzat yang jiwaku (Muhammad) berada di tangan-Nya, sungguh ia lebih cepat lepas daripada unta yang lepas dari talinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menghafal Al-Qur’an bukan sekadar kebanggaan, melainkan amanah besar. Ia adalah jalan menuju kemuliaan di dunia dan akhirat, syafa'at di hari kiamat, dan derajat tinggi di surga. Hadits-hadits Nabi dan pandangan para ulama telah menegaskan betapa tingginya kedudukan para penjaga kalamullah.

Maka, bagi siapa pun yang diberi kemampuan menghafalnya, hendaknya bersyukur dan berusaha menjaganya seumur hidup. Sebab, Al-Qur’an adalah cahaya yang akan menuntun langkah hingga pertemuan dengan Allah kelak.

Wallahu 'alam bishawab. . . 

Penulis : Zakiaaa 

Cara Rasulullah Saw Mendidik Anak Kecil yang Membangkang

Cara Rasulullah Saw Mendidik Anak Kecil yang Membangkang

Kitadankata.com -- Mendidik anak adalah amanah besar yang memerlukan kesabaran, kelembutan, dan kebijaksanaan. Tidak semua anak patuh sejak kecil, sebagian anak terkadang membangkang, melawan nasihat, atau sulit diatur. Dalam menghadapi kondisi ini, Rasulullah ﷺ telah memberikan teladan yang sangat indah tentang cara mendidik anak kecil, bahkan ketika mereka bersikap keras kepala atau melanggar aturan.

1. Rasulullah ﷺ Menggunakan Pendekatan Lembut, Bukan Kekerasan

Anak kecil memiliki hati yang lembut, namun mudah tersakiti jika dihadapi dengan marah atau kekerasan. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

"Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan membuatnya buruk." (HR. Muslim)

Ketika anak membangkang, Rasulullah ﷺ tidak terburu-buru memarahi. Beliau memahami bahwa anak-anak masih belajar memahami benar dan salah, sehingga kesalahan mereka lebih tepat dihadapi dengan bimbingan lembut.

Gunakan pendekatan lembut dan hangat

2. Memberi Teladan yang Baik

Salah satu metode pendidikan Rasulullah ﷺ adalah mendidik dengan contoh nyata, bukan hanya kata-kata. Anak-anak lebih mudah meniru daripada sekadar mendengar.

Contoh nyata adalah ketika Rasulullah ﷺ mengajarkan adab makan kepada anak kecil. Dalam riwayat, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menceritakan:

يَا غُلَامُ، سَمِّ اللهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

"Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang dekat denganmu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau memanggil dengan sapaan penuh kasih, kemudian memberikan arahan singkat, jelas, dan disertai contoh.

3. Memanggil dengan Nama atau Julukan yang Baik

Alih-alih memanggil dengan nada marah, Rasulullah ﷺ memanggil anak dengan nama atau panggilan penuh kasih. Ini membuat anak merasa dihargai meskipun sedang ditegur.

Beliau memanggil Anas bin Malik (yang saat itu masih kecil) dengan panggilan sayang "Ya Bunayya" (Wahai anakku sayang), walaupun Anas pernah melakukan kesalahan atau lalai menjalankan tugas.

Berikan teladan yang baik

4. Tidak Mempermalukan di Depan Orang Lain

Salah satu prinsip Rasulullah ﷺ adalah menjaga harga diri anak. Ketika menegur kesalahan, beliau melakukannya dengan cara yang tidak membuat anak malu di hadapan orang banyak.

Misalnya, jika ada anak membangkang, beliau bisa mengatakan secara umum:

"Mengapa ada orang yang melakukan ini…" tanpa menyebut nama, sehingga pesan tersampaikan tanpa membuat anak merasa disudutkan.

5. Memberi Kesempatan untuk Memperbaiki

Anak kecil yang membangkang tidak langsung dianggap nakal selamanya. Rasulullah ﷺ memberi kesempatan untuk berubah, dan bahkan memuji ketika anak menunjukkan kemajuan.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:

"Aku telah melayani Rasulullah ﷺ selama 10 tahun. Beliau tidak pernah berkata kepadaku ‘Ah’ sekalipun, dan tidak pernah berkata terhadap sesuatu yang aku lakukan, ‘Mengapa engkau lakukan ini?’ atau terhadap sesuatu yang tidak aku lakukan, ‘Mengapa engkau tidak melakukannya?’" (HR. Muslim)

Ini menunjukkan kesabaran Rasulullah ﷺ dalam membimbing tanpa membebani anak dengan kemarahan.

Berikan kesempatan untuk memperbaiki

Mendidik anak kecil yang membangkang bukanlah dengan kekerasan, tetapi dengan kelembutan, teladan, nasihat yang bijak, dan doa. Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa kesabaran adalah kunci, bahkan kesalahan anak bisa menjadi momen berharga untuk membentuk akhlak mereka.

Prinsip utama yang diajarkan Rasulullah ﷺ adalah: bimbing dengan cinta, tegur dengan adab, dan tuntun dengan teladan.


Penulis: A'yun

Sumber Gambar: Pinterest


6 Tips Menjadi Pasangan Harmonis dalam Islam, Jauh dari Sikap Membandingkan

sumber : Pinterest
Kitadankata.com - Rumah tangga adalah tempat berteduh, bukan arena perlombaan. Namun, di era media sosial seperti sekarang, godaan untuk membandingkan pasangan dengan orang lain semakin besar. Melihat unggahan keluarga yang tampak sempurna sering kali membuat kita lupa, bahwa setiap rumah tangga punya cerita dan perjuangannya masing-masing.

Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah ikatan mulia yang dirancang untuk menghadirkan ketenangan, kasih sayang, dan saling melengkapi. Allah Swt. menegaskan dalam firman-Nya:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Ayat ini mengingatkan bahwa keharmonisan lahir dari penerimaan dan rasa syukur, bukan dari perbandingan. Maka, bagaimana agar rumah tangga tetap harmonis dan terhindar dari kebiasaan membandingkan? Berikut enam prinsip yang bisa menjadi pegangan.

1. Bersyukur atas Kebaikan Pasangan

Setiap pasangan pasti memiliki kekurangan, namun juga memiliki kelebihan yang layak disyukuri. Mengabaikan kebaikan hanya karena terhalang satu kekurangan sama saja menutup mata dari nikmat Allah. Rasulullah Saw. bersabda:

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak menyukai salah satu sifatnya, maka ia akan menyukai sifat yang lain.” (HR. Muslim)

Hadis ini mengajarkan kita untuk fokus pada sisi positif pasangan. Dengan menghargai kebaikan yang ada, suasana hati menjadi lebih tenang dan hubungan pun semakin hangat.

2. Menghindari Perbandingan yang Memicu Iri

Membandingkan pasangan dengan orang lain sering kali membuat hati tidak ridha terhadap ketentuan Allah. Padahal, setiap orang telah diberikan kelebihan dan kekurangan sesuai hikmah-Nya. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا

 

“Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 32)

Ayat ini mengajarkan kita untuk menerima takdir dengan lapang dada. Kelebihan orang lain bukanlah tolok ukur kebahagiaan rumah tangga kita

3. Menyampaikan Harapan dengan Bahasa yang Baik

Kadang rasa ingin membandingkan muncul karena ada harapan yang belum terpenuhi. Namun, menyampaikannya dengan nada perbandingan justru akan melukai hati. Rasulullah Saw. bersabda:

الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Perkataan yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahasa yang lembut bukan hanya menjaga perasaan pasangan, tapi juga membuka ruang dialog yang sehat. Kritik yang dibungkus dengan kelembutan lebih mudah diterima daripada sindiran yang menyinggung.

4. Menjadi Penopang, Bukan Beban

Suami dan istri adalah satu tim. Kekurangan salah satu seharusnya menjadi peluang bagi yang lain untuk membantu, bukan untuk diungkit. Rasulullah Saw. bersabda:

  خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.”(HR. Tirmidzi)

Kebaikan yang sesungguhnya terlihat dari bagaimana kita bersikap di rumah. Ketulusan dalam mendukung pasangan akan mempererat ikatan hati.

5. Menjaga Pandangan untuk Menjaga Hati

Perasaan ingin membandingkan sering tumbuh karena terlalu sering melihat kehidupan orang lain baik langsung maupun melalui media sosial. Allah Swt. berfirman:

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya... Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya...”
(QS. An-Nur: 30–31)

Menahan pandangan bukan hanya soal menjaga dari hal yang haram, tapi juga menjaga hati agar tidak mudah iri atau tidak puas dengan pasangan sendiri.

6. Mengingat Tujuan Pernikahan yang Hakiki

Pernikahan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dunia, tapi juga sebagai jalan menuju kebahagiaan akhirat. Rasulullah Saw. bersabda:

“Perempuan dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika suami dan istri sama-sama berpegang pada nilai agama, pernikahan akan terjaga dari godaan perbandingan yang merusak.

Membandingkan pasangan hanya akan mengikis rasa syukur dan memperlebar jarak. Islam mengajarkan kita untuk saling menghargai, menerima kekurangan, dan memperbaiki diri bersama-sama. Dengan hati yang penuh syukur, ucapan yang lembut, dan tujuan pernikahan yang jelas, rumah tangga akan menjadi tempat yang dipenuhi sakinah, mawaddah, dan rahmah. Pasangan adalah amanah, bukan bahan perbandingan. Jagalah ia dengan rasa hormat dan cinta, sebagaimana kita berharap Allah menjaga rumah tangga kita.

 


Wallahu a'lam  bishawab...



Penulis : Fadhilah 

Hubungan Iman dan Al-Qur’an dalam Kehidupan Muslim

Kitadankata.com -- Iman dan Al-Qur'an ibarat dua sisi yang tidak terpisahkan dalam kehidupan seorang muslim. Iman menjadi fondasi keyakinan, sementara Al-Qur'an adalah panduan yang menuntun setiap langkah. Keduanya saling menguatkan, iman menumbuhkan kecintaan kepada Al-Qur'an, dan Al-Qur'an meneguhkan iman di hati. 

Allah SWT berfirman:


اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ

 

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal." {QS. Al-Anfal: 2}

Ayat ini menunjukkan bahwa interaksi dengan Al-Qur’an seperti mendengar, membaca, atau merenungkannya, menjadi salah satu cara paling efektif untuk meningkatkan iman.

Al-Qur’an: Peneguh Keyakinan

Bagi seorang Muslim, iman bukan sekadar pengakuan di lisan, tetapi keyakinan yang hidup di hati dan tercermin dalam amal. Al-Qur’an berperan sebagai peneguh keyakinan tersebut. Ketika seorang mukmin membaca kisah para nabi, janji-janji Allah, dan peringatan-Nya, hatinya akan semakin mantap menghadapi cobaan hidup.

Rasulullah SAW bersabda:


مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْأُتْرُجَّةِ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ


“Perumpamaan orang beriman yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah utrujjah: aromanya harum dan rasanya enak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengisyaratkan bahwa iman yang dipadu dengan bacaan Al-Qur’an melahirkan pribadi Muslim yang indah akhlaqnya dan menenangkan bagi sekitarnya.

Al-Qur’an Menghidupkan Iman dalam Kehidupan Sehari-hari

Iman yang kokoh harus tercermin dalam perilaku. Al-Qur’an menjadi panduan praktis bagaimana seorang Muslim bersikap: jujur dalam pekerjaan, sabar dalam ujian, adil dalam memutuskan perkara, dan penuh kasih dalam berinteraksi.

Contohnya, perintah untuk berkata baik dan menghindari ucapan yang menyakiti hati orang lain adalah bagian dari implementasi iman yang dijelaskan dalam Al-Qur’an. Bahkan, dalam setiap ibadah shalat, zakat, puasa, Al-Qur’an memberikan arahan yang jelas agar ibadah tidak sekadar menjadi rutinitas, tetapi benar-benar menghidupkan iman.

Jadi, hubungan iman dan Al-Qur’an adalah hubungan yang saling menguatkan. Semakin kita mendalami Al-Qur’an, semakin bertambah iman kita. Dan semakin kuat iman, semakin besar keinginan kita untuk membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an.

Maka, jadikan Al-Qur’an sahabat dalam setiap fase kehidupan. Bacalah ketika hati tenang untuk mensyukuri nikmat, dan bacalah ketika hati gelisah untuk menemukan ketenangan. Sebab, iman akan tumbuh subur bila disirami dengan ayat-ayat suci yang Allah turunkan sebagai cahaya kehidupan.

Wallahu 'alam bishawab

Penulis : Zakiaaa